Senin, 07 Februari 2011

Apa itu Kesehatan Reproduksi ?


Berdasarkan International Conference on Population and Development (ICPD) Cairo, 1994, kesehatan'reproduksi diartikan sebagai keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Terkandung dalam pengertian ini, bahwa setiap laki laki dan perempuan berhak mendapat informasi dan memperoleh pelayanan yang aman, efektif, terjangkau dan sesuai dengan keinginannya untuk mengatur kesuburan yang tidak bertentangan dengan hukum, juga terkandung pengertian bahwa setiap perempuan berhak mendapat pelayanan kesehatan, agar terjaga keamanannya selama hamil dan melalui proses persalinan.

Sistem reproduksi adalah keterkaitan antara unsur-unsur yang ada dalam alat reproduksi, fungsi dan proses reproduksiyang merupakan satu kesatuan dalam siklus kehidupan manusia.
Fungsi reproduksi adalah fungsi (kegunaan) dari alat-alat reproduksi pria maupun perempuan. Misalnya : fungsi rahim untuk mengandung janin, vagina untuk jalan lahir bayi, testis untuk meproduksi sperma.

Proses reproduksi adalah rangkaian kejadian yang terdiri dari unsur-unsur reproduksi, misalnya proses terjadinya kehamilan, proses terjadinya menstruasi.

Menurut Family Care International, 1995, kesehatan reproduksi berarti tercapainya keadaan sehat fisik, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan pada alat-alat reproduksi, atau gangguan fungsi dan proses reproduksi. Pengertian ini sejalan dengan agama lslam yang menyebut Al-Shihah yang berarti salamah artinya bukan hanya sehat fisik, tetapi juga sehat mental dan sosial (KH. Husein dalam Prosiding Workshop PSW lAlN Sunan Kalijaga, 1999).

Apa itu Hak Seksual dan Hak Reproduksi ?
Hak reproduksi dan hak seksual saling terkait erat, dan keduanya merupakan bagian dari hak azasi manusia (ICPD : Program of Action, 1994 dan Beijing Conference, 1995).  Hak seksual adalah hak bagi tiap perempuan dan laki-laki untuk melaksanakan peran dan fungsi seksualitas secara bertanggungjawab, tanpa paksaan, diskriminasi atau mengalami kekerasan, serta menyadari dampak perilaku tersebut atas derajat kesehatan seksualitas dan reproduksinya.

Pelanggaran hak-hak menikmati hubungan seksual yang aman berarti hubungan seksual tanpa rasa takut akan kehamilan yang tak dikehendaki, penularan infeksi saluran reproduksi termasuk infeksi HIV/AIDS dan paksaan fisik maupun psikologis, atau hubungan seksual pada usia anak atau remaja awal (misalnya perkawinan usia muda).
Dalam agama lslam orang tua sering menggunakan hadits "apabila datang seseorang yang meminang anakmu dan kebetulan agama dan moralnya baik maka kawinkanlah dia, kalau tidak akan menjadi rusak" sebagai alasan mengawinkan anak perempuan pada usia muda ini merupakan pelanggaran hak seksual bagi anak perempuan. Walaupun pesan hadits agar perempuan dalam usia muda tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, namun perlu ditambahkan bahwa seandainya terjadi hubungan seksual dalam pernikahan pun anak perempuan ini belum siap untuk proses reproduksi atau hamil. Artinya kehamilan perlu dicegah dengan memberi informasi tentang metode pencegahan kehamilan atau keluarga berencana.
Hak seksual perempuan juga seringkali diabaikan dengan interprestasi seksual dari hadits yang menyatakan 1000 malaikat akan mengutuk istri yang menolak melayani ajakan suami untuk berhubungan seksual, kapanpun dan dimanapun, seolah hanya laki-laki yang memiliki hak seksual. Tampak adanya ketimpangan antara hak perempuan dan laki-laki dalam penerapan hadits ini. Sebab ada hadits lain yang menyatakan bahwa penolakan terhadap suami dibenarkan ketika ada alasan atau istri juga menolak ketika dikemukakan hubungan itu membahayakan.
Pada kenyataannya umumnya perempuan sering merasa bahwa kepuasan seksual bukan merupakan haknya. Mengapa hal ini dapat terjadi ? Karena keadaan tersebut merupakan kebiasaan dalam rnasyarakat dan selalu ditanamkan sejak dini (gadis). Padahal sesungguhnya keadaan tersebut dapat diubah, antara lain melalui konseling dengan meningkatkan kesadaran perempuan akan hak-hak seksualnya (dari tidak pernah menjadi kadang kadang; dari kadang kadang menjadi sering; dan dari sering menjadi selalu menanyakan kepuasan seksual pada masing masing pasangannya).
Hak reproduksi mencakup hak dari setiap pasangan atau perorangan: .
1.      Secara bebas dan bertanggung jawab menentukan jumlah, jarak, dan kapan akan mempunyai anak, serta hak untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan dalam melaksanakan hal tersebut.
2.   Mencapai status kesehatan reproduksi tertinggi tanpa mengalami diskriminasi, pemaksaan maupun kekerasan.
Jaminan akan hak reproduksi terdapat pada kemampuan seseorang untuk melakukan pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan atau dikehendaki, jadi menolak kehamilan merupakan hak reproduksi perempuan. Dalam agama lslam, sudah dinyatakan metode kontrasepsi Coitus lnterruptus (azal) dengan persetujuan istri. Namun dalam prakteknya cara ini sangat tergantung pada mampu tidaknya laki-laki mengendalikan diri dan dapat melakukan coitus interruptus dengan sempurna. kegagalan laki-laki ditanggung sebagai risiko perempuan menghadapi kemungkinan pembuahan dan terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.
Persamaan hak seksual dan hak reproduksi dapat tercapai apabila telah terjadi kesetaraan jender. Yang dimaksud jender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial  dari kaum laki-laki dan perempuan baik pada kelompok dewasa maupun anak-anak yang dibentuk oleh budaya, dan bukan karena hal-hal yang bersifat kodrati. Jender berasal dari bahasa Arab "Jinsiyyun" yang diadopsi dari bahasa Perancis dan kemudian dikenal dengan gender dalam bahasa lnggris (Mansour Faqih dalam Prosiding Workshop PSW lAlN Sunan Kalijaga, 1999).
Kesetaraan jender berarti adanya kesamaan perlakuan bagi kelompok laki-laki dan perempuan dalam bidang hukum, kebijakan, serta ketersediaan semua jenis pelayanan di dalam keluhrga maupun di masyarakat. Bila seks penekanannya biologis pada perbedaan alat kelamin, jender penekanannya pada hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam konstruksi sosial budaya, atau non biologis. Misalnya ketika seorang bayi lahir, maka setelah melihat jenis kelaminnya (atribut jender) orang tua memberi nama yang berbeda antara bayi perempuan dan bayi laki-laki. Juga memberi atribut seperti warna dan model baju, selimut dan mainan yang berbeda antara bayi perempuan dan bayi laki-laki. Setelah dewasa, bagi yang beragama lslam - perempuan memakai jilbab dan laki-laki memakai peci - merupakan identitas jender.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar